Struktur pasar, persaingan harga dan keadilan dalam pasar yang Islami
![]() |
Canva |
Perbedaan mencolok antara pasar biasa dalam ekonomi konvensional dan pasar Islami dalam ekonomi Islam terletak pada struktur pasarnya. Pasar Islami memiliki struktur yang sedikit berbeda, terlihat seperti gabungan antara pasar kapitalis dan sosialis namun dengan ciri khas yang unik. Pada pasar Islami, pemerintah dibatasi perannya dalam jual beli, namun di lain sisi peran ini juga sangat penting dalam menjaga kestabilan pasar (Azmi 2022). Seperti pasar sosialis, pasar Islami memperbolehkan campur tangan pemerintah dalam kegiatan pasar, namun dibatasi hanya pada penanggulan distorsi pasar akibat oknum. Pada sisi lain, pasar Islami memperbolehkan persaingan bebas seperti pasar kapitalis, namun tetap dibatasi dalam lingkup asas keadilan perdagangan. Berikut ini prinsip-prinsip dalam struktur pasar Islami:
Kebebasan Ekonomi
Kebebasan dalam ekonomi menjadi penting dalam memaksimalisasi kinerja pasar. Kebebasan membuat elastisitas harga dalam pasar cenderung normal sehingga pasar menjadi cenderung stabil. Pada sebuah riwayat, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah diminta menentukan harga untuk sebuah barang, namun beliau menolak dan bersabda bahwa hanya Allah SWT yang berhak menentukan harga. Artinya, pasar harus dibiarkan sebagaimana mestinya atau sebebas mungkin karena hanya pasar yang akan menentukan harga sebuah barang atau komoditi. Jika harga ditentukan oleh seseorang atau sekelompok orang, maka akan terjadi persaingan harga yang dapat berujung pada ketidakstabilan pasar. Oleh karena itu, prinsip kebebasan dalam ekonomi menjadi penting dalam kegiatan perdagangan di pasar Islami. (baca juga tentang pengelolaan sumber daya insani melalui tauhid di sini)
Kerjasama
Pasar Islami mengedepankan asas kebebasan. Kebebasan tersebut diungkapkan lebih pada bentuk kerjasama dibandingkan dalam bentuk persaingan (Hikmahyatun 2019). Artinya, pasar Islami mengedepankan kerjasama setiap unit atau elemen di dalamnya, bukan pada aspek persaingan bisnis seperti dalam model pasar ekonomi kapitalis. Kerjasama yang dimaksud di sini yaitu menjaga kestabilan pasar dengan tidak terlibat perang harga, menjaga kejujuran dalam jual beli, menghindari praktik-praktik nakal yang dapat mengganggu distribusi barang dalam pasar dan sebagainya.
Keterlibatan Pemerintah
Berbeda dengan pasar sosialis yang sepenuhnya diatur pemerintah, pasar Islami meminimalisir peran pemerintah dalam kegiatan pasar. Pemerintah hanya dibolehkan sebagai institusi pengawas pasar. Artinya pemerintah akan bertindak sebagai bagian dari pasar yang bertugas mengawasi, menyelidiki dan memberi keputusan terhadap distorsi pasar yang terjadi. Tentu, hal ini juga berbeda dengan pasar kapitalis yang memperbolehkan pemerintah menguasai unit bisnis tertentu dalam pasar serta ikut sebagai unit bisnis. Namun, perlu dicatat pula bahwa dalam pasar Islami, beberapa komuditas tertentu harus dikelola oleh pemerintah dan didistribusikan kepada umum atau masyarakat. Komoditi ini yang menyangkut kepentingan umum misal sumber energi seperti minyak.
Berdasarkan prinsip di atas, maka dapat diasumsikan bahwa struktur pasar Islami memiliki keunikan tersendiri dibanding struktur pasar dalam ekonomi lainnya. Artinya, pasar monopolistik dan oligopoli menjadi tidak relevan dengan konsep pasar Islami. Pada pasar oligopoli dan monopolistik, harga dapat ditentukan begitu saja atau dikendalikan oleh satu atau beberapa produsen tertentu saja sehingga pasar hanya dikuasai oleh produsen tersebut. Akibatnya, potensi konsumen dapat dirugikan akibat permainan harga sangat besar. Namun, pasar monopolistik akan relevan dengan konsep pasar Islami jika menyangkut kepentingan umum. Pada pasar Islam, negara dapat memonopoli sumber daya alam untuk kemudian digunakan demi kepentingan umum atau masyarakat. Sumber daya alam ini misalnya terkait dengan energi seperti minyak, listrik, air dan sebagainya.
Ibnu Taimiyah berpandapat bahwa perlu adanya campur tangan pemerintah dalam mengintervensi harga agar persaingan harga dalam bisnis tersebut di pasar tidak berlangsung lama dan tidak merugikan banyak pihak (Solihin 2019). Artinya, dalam pasar Islami persaingan harga yang berlangsung lama dapat berpotensi mengganggu kestabilan pasar sehingga pemerintah perlu turun tangan untuk menyelesaikannya. Intervensi pemerintah ini sejalan dengan prinsip ketiga pasar Islami yang memperbolehkan pemerintah mengambil kebijakan tertentu jika terjadi distorsi. Kesimpulannya, dalam pasar Islami persaingan harga diperbolehkan asal tidak berlangsung secara terus menerus dan berpotensi merusak harga pasar atau merugikan pihak lain. (baca juga tentang cara membangun multibisnis syariah yang kreatif di sini)
Idealnya, dalam pasar Islami persaingan harga terjadi secara alami antara penjual sebagai akibat dari permintaan konsumen. Persaingan harga pada kondisi alami yang dimaksud adalah bebas dari distorsi pasar. Ketika terjadi transaksi dalam situasi alami ini maka persaingan sehat akan terjadi dan harga akan cenderung stabil pada nilai tertentu. Kondisi inilah yang disebut kestabilan harga atau equiblirium. Selain itu, untuk menjaga persaingan harga yang sehat, maka diperlukan kerjasama antara satu pedagang dengan pedagang lainnya untuk tidak terlibat dalam perang harga. Sebagai contoh, jika seorang pedagang menurunkan harga barangnya maka sebaiknya pedagang lain tidak menurunkan agar tidak memicu perang harga. Adapun unsur lain yang tak kalah penting yaitu ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract) (Muslimin, Zainab, and Jafar 2020). Hal ini juga akan memicu kestabilan harga dan mengurangi potensi perang harga di anatara pedagang.
Adapun harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah adalah nilai harga di mana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu (Iqbal 2012). Artinya, harga yang adil adalah harga yang tercipta secara alami melalui kekuatan permintaan dan penawaran, bukan yang tercipta akibat adanya distorsi pasar yang terjadi. Lebih jauh, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa harga yang adil dapat dilihat dari 2 aspek yaitu: 1.) Konpensasi yang setara dari barang yang dinilai dan dapat diterima secara umum dalam masyarakat, misalnya saja 1 liter beras dianggap senilai dengan bekerja selama 1 hari; 2.) Harga yang setara dari barang yang dinilai dan dapat diterima secara umum dalam masyarakat, misalnya harga 1 liter beras adalah Rp. 10.000,00 atau sama dengan 2 batang gula merah.
Posting Komentar untuk "Struktur pasar, persaingan harga dan keadilan dalam pasar yang Islami"