Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah pemikiran ekonomi Islam di Indonesia pra dan pasca kemerdekaan

 

indonesia merdeka dengan anak membawa bendera
Canva

Ekonomi Islam di Masa Penjajahan

Gerakan ekonomi Islam Indonesia pada awal abad ke-20 diwarnai oleh nasionalisme dan agama. Gerakan ini terutama dipimpin oleh kelompok pengusaha muslim, memuncak ketika Sarekat Dagang Islam didirikan di Betawi pada tahun 1909 disusul oleh RM. Pada Sarekat Dagang Islam di Surakarta pada tahun 1911 Tirtoadisoerjo dan berganti nama menjadi Sarekat Islam pada tahun 1913. Sebagai non politik organisasi, kegiatan utama SI adalah di bidang sosial dan di bidang kehidupan ekonomi. Upaya SI untuk mendorong tumbuhnya kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi menjadi sangat penting, apalagi persaingan ekonomi semakin ketat dimana masyarakat adat mulai tersingkir. Salah satu alasan dibentuknya organisasi tersebut adalah untuk memperkuat kekuatan Tionghoa dalam tata niaga, selain kekuatan kolonial Belanda, sementara kaum pribumi (Islam) sangat terbelakang, terutama dalam persaingan perusahaan batik di Surakarta. Daerah Kekuasaan Cina dalam perdagangan bati tersebut yang berhasil menguasai bahan-bahan impor mendorong kesadaran pribumi di bawah kepemimpinan Haji Samanhudi dengan mendirikan Sarekat Islam di Surakarta (Solo) (Asep Saepudin Jahar, 2015).

Tujuan SI pada awal berdirinya adalah untuk membela para pedagang muslim setempat dari pesaing asal Tionghoa dalam industri batik di Jawa Tengah. Kelahiran SI menjadi titik penentu dalam perkembangan gagasan nasionalisme Islam sebagai sebuah bentuk dari asosiasi nasionalis. Pergeseran tujuan SI dari ekonomi ke politik dimulai pada tahun 1914, ketika Tjokroaminoto menggantikan peran Haji Samanhud sebagai ketua. Di bawah kepemimpinannya, tujuan SI yang semula menekankan pada pemberdayaan pengusaha muslim, berubah menjadi advokasi umum untuk hak-hak ekonomi dan sosial politik masyarakat adat pada umumnya. SI mulai mengadopsi ideologi populis, sehingga keanggotaan tumbuh lebih cepat dan lebih cepat.

Menanggapi menguatnya daya tarik ideologi komunisme, baik di luar pergaulan maupun di kalangan intelektual muslim cenderung menekankan anti-ideologi, pengaruh intelektual kiri dan itu adalah ajaran sosialis dari orang-orang terjajah yang merangsang kaum intelektual Islam menggabungkan pandangan doktrinal Al-Quran, progresif dengan ide-ide sosialis tertentu. Kombinasi ini kemudian dikenal sebagai "Sosialisme Islam". Ideologi baru ini diusung oleh kelompok modernis muslim diantaranya Tjocroaminoto, Agus Salim, Abdul Muis and Suryopranot (Cahyono Bayu Aji dkk, 2017). (baca juga sejarah ekonomi Islam di nusantara di sini)

Gerakan sosial Islam adalah rangkaian peluang politik untuk memulihkan tatanan sosial, politik dan budaya serta mentransformasikan identitas Islam. Gerakan sosial Islam dapat diintegrasikan ke dalam kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan yang kemudian berorganisasi untuk menjelaskan keberadaannya. Aksi sosial kolektif dalam bentuk gerakan dapat dilihat sebagai bentuk ekspresi para aktor dalam gerakan sosial Islam yang mencari identitas dan pengakuan melalui tindakan ekspresif, oleh tuntutan universalis (Riswan Rambe, 2018).

Gerakan modernisme Islam di Minangkabau pada awal abad ke-19 menunjukkan tidak hanya perselisihan agama atas adat, tetapi terutama kesadaran berbisnis dengan dunia luar, Cina dan Arab. Modernisasi agama ini mempengaruhi dinamisme ekonomi sebagai sumber daya penting bagi fungsinya. Dari gerakan ekonomi ini terlihat jelas bahwa nasionalisme adalah inspirasinya. Pedagang muslim dari Jawa, Minangkabau dan Bugis bisa menjadi pedagang terpercaya. Bentuk perdagangan dan pertanian sangat penting pada saat itu (Asep Saepudin Jahar, 2015).

Pemikiran Sosialisme dan Islam Pasca Kemerdekaan RI

Pasca kemerdekaan, Indonesia masih belum memiliki sistem ketatanegaraan yang jelas. Ideologi Pancasila yang disusun sebagai dasar filososfis negara masih belum memiliki turunan sistem kenegaraan yang dapat dijadikan pedoman negara. Akibatnya, perwujudan nilai-nilai Pancasila kemudian dilakukan dengan ideologi selain pancasila. Ideologi itu merujuk pada penggunaan sosialisme oleh Soekarno sebagai ejawantah Pancasila di era Orde Lama; kapitalisme oleh Soeharto di era Orde Baru dan neo-Liberalisme oleh rezim pasca-Reformasi 1998 (Syaiful Arif, 2016).

   Awal kemerdekaan antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia lantas menganut sistem ekonomi campuran antara liberalisme dan sosialisme (Inggar Saputra dan Akhmad Saoqillah, 2017). Setelahnya, pemerintah atau negara mengarahkan perekonomian ke arah Liberalisme hingga tahun 1959. Namun, sejak 1959 pemerintah Indoensia kembali mengarahkan perekonomian Indonesia ke arah sosialisme yang bercorak nasional dengan ciri-ciri mengedepankan intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi.

Selain sosialisme, paham lain yang juga berkembang dalam periode awal kemerdekaan Indonesia yaitu Islam. Perkembangan ini tak lepas dari pengaruh Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang memberi banyak kontribusi terutama dalam menyusun Piagam Jakarta yang tak lain cikal bakal dari UUD 1945. Beberapa tokoh utama dari Masyumi tak lain juga berasalah dari organisai Islam misalnya Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Contohnya, K.H. Wahid Hasyim yang merupakan tokoh NU dalam tubuh Masyumi (Anwar Sanusi, 2018).

Pada perkembangan selanjutnya, terbentuklah organisasi Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 26 Juli 1975. MUI ini merupakan persatuan ulama-ulama Islam di Indonesia yang sangat berperan terutama di tubuh Kementerian Agama Indonesia. Selain itu, peran MUI yang tak kalah penting dalam bidang ekonomi yaitu terbentuknya bank syariah pertama di Indonesia yang bernama Bank Muamalat di tahun 1991 (Andrew Shandy Utama, 2020). (baca juga tentang pemikiran Abu Ubaid tentang pajak di sini)

Menjelang tahun 1998, terjadi krisis ekonomi yang melanda dunia termasuk Indonesia yang disebabkan oleh naiknya bahan bakar dunia. Saat itu, terdapat satu bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yaitu Bank Muamalat Indonesia dan tidak terkena dampak krisis ekonomi (Dematria Pribanggayu dkk, 2021). Kejadian ini memicu keyakinan sejumlah kalangan terkait sistem ekonomi alternatif yang disebut ekonomi syariah yang lebih tahan terhadap krisis ekonomi. Akibatnya, di tahun-tahun setelah krisis 1998 bermunculan berbagai lembaga keuangan syariah di Indonesia seperti asuransi syariah, pegadaian syariah hingga pembiayaan syariah yang dikelola baik negara maupun swasta.

 

Posting Komentar untuk "Sejarah pemikiran ekonomi Islam di Indonesia pra dan pasca kemerdekaan"