Pemikiran ekonomi dinasti Mamluk dan relevansinya di era kontemporer
![]() |
Canva |
Keadaan Ekonomi Dinasti Mamluk
Kemajuan dan kekuatan ekonomi yang dicapai oleh Dinasti Mamluk lebih besar diperoleh dari sektor perdagangan dan pertaniaan. Di sektor perdagangan, pemerintah dinasti Mamluk memperluas hubungan yang telah dibina sejak masa Fatimiyah misalnya, dengan membuka dagang dengan Italia dan prancis. Setelah jatuhnya Baghdad, Kairo menjadi kota yang penting dan strategis karena jalur perdagangan dari Asia Tengah dan Teluk Persia hampir dipastikan melalui Baghdad, dengan demikian jalur perdagangan antara laut Merah dan laut Tengah menuju Eropa pindah ke Kairo (Syamzan Syukur dan Mastanning, 2018). Keadaan ini menjadikan melimpahnya devisi Negara terutama dari sektor perdagangan.
Sejak pemerintahan sebelumnya sampai ke pemerintahan Mamluk di Mesir selalu tertarik pada Laut Merah. Perdagangan dari Timur membawa barang dagangan bernilai tinggi, seperti repah-rempah, sutra, bahan wangi-wangian dan kayu ke Mesir untuk pemakaian lokal maupun sebagai baraang jualan. Para pedagang yang berskala besar dan investasi modal yang sangat besar meminta perlindungan kepada pemerintah dalam upaya mengawasi tanah dan memelihara keamanaan dan kepastian berdagaang. Oleha karena itu, pemerintahan memberikaan jaminan. Mamluk mempunyai angkatan laut yang tangguh menjamin keamanan di laut maupun di negara Mamluk secara keseluruhan.
Secara garis besar, sistem mata uang pada masa Dinasti Mamluk tidak stabil. Pada masa itu, ada tiga jenis mata uang yang digunakan yaitu dinar (emas), dirham (perak) dan fulus (tembaga) (Fasiha, 2017). Uang dinar sangat langka saat itu dan penggunaan fulus terlalu banyak sehingga mendorong penurunan nilai mata uang fulus (inflasi). Menyebakan kerugian yang besar bagi orang yang menyimpan fulus terlalu lama. Selain itu, keadaan ini mendorong pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terhadap pasar agar perekonomian tetap stabil. Pengawasan ini dilakukan oleh badan yang disebut al-Hisbah. (baca juga tentang pemikiran ekonomi Islam masa kerajaan di nusantara di sini)
Tokoh Pemikiran Ekonomi Dinasti Mamluk
Imam Al-Maqrizi
Al-Maqrizi adalah tokoh yang pernah menjabat sebagai al-Diwan atau sekertaris negara Dinasti Mamluk. Beliau lahir di desa Barjuwan, Kairo pada tahun 766 H (1364-1365M) (Fadilla, 2016). Kebanyakan dari pemikiran Al-Maqrizi tentang ekonomi Islam berfokus pada konsep uang dan kebijakan moneter. Karya paling terkenal dari imam Al-Mqrizi yaitu Ighatsah al-Ummah bi Kasyf al-Ghummah yang membahas tentang sebab-sebab terjadinya krisis khususnya di Mesir pada saat beliau hidup.
Konsep uang menurut Al-Maqrizi yaitu uang sebagai sebagai standar nilai, baik menurut hukum, logika maupun tradisi hanya terdiri dari emas dan perak (Awaluddin, 2017). Menurutnya, uang yang terbuat dari tembaga akan menyebabkan inflasi karena nilai tukarnya yang berubah terhadap dirham dan dinar. Sehingga, orang yang memiliki fulus akan rugi karena nilai fulus tersebut yang menurun terhadap dinar dan dirham. Solusinya, maka jumlah fulus yang dicetak harus dibatasi oleh pemerintah.
Pemikiran Al-Maqrizi selanjutnya yaitu tentang penyebab inflasi. Menurutnya, inflasi dapat diklasifikasikan berdasar faktor penyebabnya ke dalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan inflasi yang disebabkan kesalahan manusia (Syarifah Siregar, 2019). Faktor alamiah atau alam misalnya bencana alam seperti kemarau panjang atau banjir. Adapun faktor kesalahan manusia misalnya penimbunan barang dan korupsi. Kedua faktor ini harus dapat ditanggulangi dengan baik demi menjaga tingkat inflasi.
Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah lahir di Harran, Turki pada 10 Rabiul Awal 661 H (22 Januari 1263 M) (Abd Adim, 2021). Beliau merupakan cendekiawan muslim yang ahli dalam berbagai bidang misal hadis, tafsir, fiqh, matematika hingga filsafat dan ekonomi. Pemikiran Ibnu taimiyah dalam ekonomi mencakup aspek mekanisme pasar dan kebijakan moneter. Pemikiran tersebut terdapat dalam kitab-kitab karyanya misal majmu’ fatawa’ Syaikh al-Salam dan Al-Hasbah fi al-Salam yang membahas khususnya tentang makroekonomi.
Menurut Ibnu Taimiyah, harga ditentukan oleh Allah SWt. Harga naik apabila permintaan naik sedang penawaran turun dan harga akan turun apabila permintaan turun dan penawaran naik (Sirajuddin dkk, 2021). Lebih lanjut, menurutnya distorsi pasar seperti penimbunan sangat dilarang karena dapat menimbulkan kenaikan harga barang tidak secara alami. Misalnya, harga sebuah barang naik jika jumlah penawarannya sedikit sedangkan permintaannya banyak. Namun, kadang harga barang naik disebabakan pula oleh penimbunan yang membuat barang tersebut menjadi langka. (baca juga tentang pemikiran Abu Ubaid tentang pajak di sini)
Adapun terkait kebijakan moneter, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa pencetakan uang fulus (selain emas dan perak) yang banyak dapat menimbulkan turunnya nilai mata uang (inflasi) (Ahmad Ro’i Alfaza, 2022). Hal tersebut karena fulus tak memiliki nilai intrinsik sebagai uang. Lebih jauh, Ibnu Taimiyah memberi saran kepada penguasa agar fulus yang dicetak harus sesuai dengan proporsi nilai transaksi masyarakat. Hal ini untuk menghindari pejabat tertentu yang dapat memanfaatkan percetakan uang sebagai alat mencari keuntungan pribadi.
Selain kebijakan moneter, Ibnu Taimiyah juga membagi fungsi uang menjadi dua yaitu fungsi pengukur nilai dari benda yang ingin dibeli dan alat tukar (Riska Awalia, 2022). Menurutnya harga yang dibayarkan oleh uang merupakan nilai dari barang tersebut. Adapun alat tukar yaitu karena uang dapat dijadikan media perantara dalam menukarkan barang-barang yang berbeda. Beliau juga melarang perdagangan uang karena telah keluar dari fungsi uang yang sebenarnya.
Gambaran Singkat Relevansi Pemikiran Ekonomi Dinasti Mamluk dan Pemikiran Ekonomi Kontemporer
Jika ditinjau dari segi relevansi, sistem perdagangan antar negara yang telah diterapkan pada masa Diinasti Mamluk masih tetap eksis sampai saat ini. Bahkan, telah berkembang hingga berbagai macam sistem perdagangan internasional. Sistem-sistem perdagangan International ini misalnya ASEAN, AFTA, NAFTA, dan World Trade Organization (WTO). Sistem perdagangan semacam ini, dipandang Adam Smith memiliki kecenderungan yang sama dengan perdagangan pada umumnya yaitu keuntungan (Satria Unggul Wicaksana Prakasa, 2018).
Adapun terkait pemikiran ekonomi, teori yang dikemukanan al-Maqrizi dan Ibnu Taimiyah tentang fungsi uang sebagai alat tukar maupun ukuran nilai sangat relevan dengan teori fungsi uang dalam ekonomi konvensional yaitu medium of exchange dan unit of account (Rahma Ulfa Magfiroh, 2019). Bahkan, teori tentang penyebab Inflasi yang dikemukakan oleh Al-Maqrizi hingga sekarang ini dikenal dengan natural inflation dan human error inflation. Pemikiran mereka bahkan telah mendahului pemikiran tentang konsep uang misalnya Irving Fisher maupun Keynes yang hidup ratusan tahun setelahnya.
Selain itu, yang paling menarik yaitu pemikiran Ibnu Taimiyah tentang pembentukan harga. Menurutnya, harga ditentukan oleh Allah SWT melalui kekuatan dari permintaan dan penawaran. Teori ini, sangat mirip atau relevan dengan teori Adam Smith yang merupakan bapak Ilmu Ekonomi. Hampir sama dengan Ibnu Taimiyah, Adam Smith menyebut bahwa harga ditentukan oleh pasar yang artinya permintaan dan penawaran (Muhammad Arifin, 2014). Lebih lanjut, menurut Adam Smith ada tangan tak terlihat (invisible hand) yang mengatur harga. Teori tangan tak terlihat ini jika dikaitkan dengan Ibnu Taimiyah mungkin saja adalah tangan dari Allah SWT yang mengatur segalanya. Meskipun kata, “tangan” di sini tidak bisa diartikan seperti tangan mansia.
Posting Komentar untuk "Pemikiran ekonomi dinasti Mamluk dan relevansinya di era kontemporer"