Pariwisata halal: pengertian, keunikan serta perkembangannya di Indonesia dan dunia
![]() |
Canva |
Apa itu pariwisata halal?
Tempat wisata, kok tidak ada tempat ibadahnya? Mau shalat dulu, tapi dari tadi tidak ada mushola! Masalah yang cukup menyebalkan ini dialami hampir semua turis muslim, termasuk saya ketika sedang berlibur. Masalah ini hanya salah-satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi turis muslim ketika berwisata, masalah lainnya mungkin terkait sulitnya menemukan makanan halal di daerah wisata yang notaben masyarakatnya non-muslim. Atas dasar masalah-masalah ini, munculnya sebuah tren berwisata baru yang kemudian akrab disebut, “Pariwisata halal”. (baca tentang konsep halal haram di sini)
Pariwisata halal sendiri merupakan sebuah konsep pariwisata yang sangat memperhatikan kebutuhan wisatawan muslim dalam proses penyelenggaraanya. Menurut Global Muslim Travel Index sebagai lembaga yang berfokus pada pengembangan wisata halal dunia menjelaskan bahwa wisata halal adalah pariwisata yang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dengan tujuan memberikan fasilitas dan layanan yang ramah terhadap wisatawan Muslim. Fasilitas dan layanan ini termasuk ke dalamnya tempat ibadah hingga informasi makanan halal di daerah wisata yang notaben masyaraknya non muslim.
Sebagian orang menyamakan istilah pariwisata halal dengan pariwisata syariah dan pariwisata religius. Padahal, meskipun terlihat sama, ada perbedaan mendasar dari istilah-istilah tersebut. Pariwisata religius merupakan istilah yang ditujukan untuk kegiatan wisata yang bertujuan menambah keimanan seperti ibadah. Contoh untuk pariwisata religius ini misalnya ziarah makam tokoh muslim dan juga kunjungan ke masjid bersejarah. Pada konteks yang lebih luas, pariwisata syariah lebih terkait dengan penerapan nilai-nilai syrait Islam dalam kegiatan berwisata. Misalnya, menutup aurat ketika berwisata dan selalu memperhatikan salat. Terakhir, untuk pariwisata halal sendiri memiliki arti yang lebih sempit yaitu kegiatan pariwisata yang memberikan pelayanan halal dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, ketersedian sarana makanan halal, hotel halal, dan rumah ibadah ketika berwisata. Terlepas dari perbedaan istilah tersebut, pada pelaksanaannya sangat jarang ketiga jenis pariwisata tersebut dipisahkan.
Apa pembeda pariwisata halal dengan pariwisata biasa?
Hmmmm! Mungkin dari defenisi tadi kalian sudah mendapat sedikit gambaran tentang perbedaan antara pariwisata halal dengan pariwisata biasa. Yah! Selain dari segi istilah, perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada cara pelaksanaanya. Pertama, istilah pariwisata halal jelas merujuk kepada pariwisata yang memperhatikan prinsip-prinsip Islam dalam penyediaan sarana dan pelayanannya. Prinsip-prinsip ini termasuk ke dalamnya konsep halal-haram dan ibadah dalam Islam. Sedangkan istilah pariwisata biasa merujuk pada pariwisata yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip Islam namun tetap terikat pada tata nilai-nilai nomatif yang berlaku. Tata nilai ini misalnya sopan santun, meskipun terkadang pada suatu daerah dengan daerah yang lainnya memiliki tingkat sopan-santun yang berbeda. Misalnya bersendawa setelah makan dianggap tidak sopan jika di Indonesia, namun di negara lain misalnya Jerman, jika tidak bersendawa setelah makan itu dianggap perbuatan yang tidak sopan. Walau begitu, tetap ada sopan santun yang berlaku secara umum misalnya mengucapkan terima kasih jika mendapatkan pertolongan.
Kedua atau terakhir, pada tata cara pelaksanaannya, pariwisata halal sangat menjaga nilai-nilai Islam. Nilai-nilai ini mencakup adab dan aturan syariat. Sebagai contoh, pada sebuah destinasi pariwisata halal sangat diperhatikan sarana ibadah dan penginapan. Penginapan yang dimaksud tentunya juga sangat menjaga aturan Islam yaitu tidak memperbolehkan pasangan yang belum menikah untuk menginap dalam satu kamar bahkan memisahkan kamar khusus laki-laki dengan kamar khusus perempuan. Pada pariwisata biasa, hal-hal yang telah disebutkan itu (syariat Islam) tidak terlalu diperhatikan dalam pelaksanaan pariwisata. Pariwisata hanya dijalankan sesuai dengan aturan normatif dari lokasi destinasi wisata tersebut. Misalnya, di negara Jepang, pemandian bersama laki-laki dan perempuan tetap diperbolehkan karena tidak melanggar aturan setempat. Padahal, jika dinilai dari aturan Islam, hal ini tentu saja sangat dilarang.
Bagaimana perkembangan pariwisata halal di Indonesia?
Tahukah kalian bahwa Indonesia merupakan salah-satu negara dengan potensi pengembangan pariwisata halal terbesar di dunia saat ini? Mengapa? Tentu saja karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Menurut Badan Pusat Statsitik pada tahun 2010, warga muslim di Indonesia sebanyak 87,18%, sedangkan lainnya beragama Kristen (6,96%), Katolik (2,91%,) Hindu (1,69), Budha (0,72) dan sisanya menganut agama yang lain. Angka ini tentu menjadi potensi yang sangat besar bagi pengembangan pasar pariwisata halal. Selain peluang pasar lokal yang besar, Indonesia bisa menjadi daya tarik pariwisata halal karena memiliki kondisi wilayah yang indah dan budaya yang beragam. Kondisi ini membuat banyak turis muslim yang berkunjung ke Indonesia setiap tahunnya.
Istilah pariwisata halal pertama kali disosialisasikan di acara Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang digelar pada 30 Oktober-2 November 2013 di Gedung Pusat Niaga, JIExpo (PRJ), Jakarta (Rabu, 30/10/2013). Pada acara tersebut, Muhammad Munir Caudry selaku President Islamic Nutrition Council of America menjelaskan bahwa, “wisata halal merupakan konsep baru pariwisata. Ini bukanlah wisata religi seperti umroh dan menunaikan ibadah haji. Wisata halal adalah pariwisata yang melayani liburan, dengan menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan traveler muslim”.
Setelah acara tersebut, Indonesia terus mengembangkan pariwisata nasional ke arah pariwisata halal. Indonesia terus memfokuskan pengembangan pariwisata halal di beberapa daerah diantaranyaa Lombok (Nusa Tenggara Barat), Aceh, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Kerja keras ini tidak sia-sia, pada tahun 2015 Indonesia mendapatkan penghargaan World Halal Travel Summit dalam kategori World Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination untuk Lombok mengalahkan Malaysia dan Turki.
Pada tahun-tahun berikutnya, Indonesia terus membenahi dan mengembangkan pariwisata halal dengan berbagai cara. Salah-satunya yaitu memasukkan pariwisata halal sebagai salah satu objek pengembangan ekonomi syariah di dalam Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia tahun 2019-2024. Pariwisata halal masuk ke dalam fokus utama yaitu pada pembahasan Halal Value Chain. Masterplan ini diluncurkan oleh Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) pada Selasa, tanggal 14 Mei 2019. Peluncuran tersebut dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga menjabat sebagai Ketua KNKS pada saat itu.
Bagaimana aktualisasi pariwisata halal di dunia saat ini?
Thomson Reuters (2018) dalam laporannya mengenai perekonomian Islam dunia periode 2017/2018 menyebutkan, terdapat enam sektor ekonomi global yang dilekatkan/berkaitan dengan istilah halal. Sektor-sektor tersebut antara lain makanan (halal food), keuangan (Islamic finance), pariwisata (halal travel), mode/pakaian (modest fashion), media (halal media & recreation), dan farmasi (halal pharmaceuticals & cosmetics). Enam sektor tersebut dinilai merupakan kebutuhan dasar turis muslim dunia. (baca tentang halal lifestyle di sini)
Pada perkembangannya, geliat pariwisata halal terus berkembang di berbagai dunia. Dubai, Uni Emirates Arab memasukkan pariwisata halal sebagai salah satu dari tujuh pilar pengembangan ekonomi syariah negaranya. Selain UEA, pada bulan Maret 2016, Kroasia menjadi tuan rumah pariwisata halal dan kongres perdagangan sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-100 tahun dari isu, “Law of recognition of Islam as the equal religion to all other religions”. Selanjutnya, pemerintah Kordoba juga telah berencana mengembangkan pariwisata halal di negaranya. Rencana ini tergambar dari peluncuan proyek Cordoba Halal oleh pemerintak Kordoba. Selain UEA dan Kordoba, Jepang yang notabennya bukan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam juga telah mengadakan Japan Halal Expo untuk pengembangan pariwisata halal di negara matahari terbit ini.
Selain di Indonesia, trend wisata halal di Asia Tenggara juga muncul di Thailand dan Malaysia. Pada tahun 2006, pemerintah Malaysia membentuk Direktorat Jenderal Pariwisata Syariah untuk mengembangkan pariwisata halal di negaranya. Direktorat Jenderal Pariwisata Syariah inilah yang membuat wisata halal di Malaysia sangat teratur dan terstruktur. Thailand sendiri mulai mengembangkan pariwisata halal sejak tahun 2005, namun baru benar-benar matang pada tahun 2015. Pihak pemerintah Thailand memfokuskan pada bagian kuliner dan hotel. Di samping itu, Thailand telah menyediakan aplikasi Thailand muslim friendly destination untuk mengakses lokasi restoran dan masjid terdekat. Thailand bahkan telah memiliki pusat riset yang disebut dengan The Halal Science Center di Universitas Chulalongkorn. Pusat riset itu bekerja sama dengan Pemerintah Thailand dan institusi keagamaan guna membuat sertifikasi dan standardisasi halal untuk industri pariwisata. Berbagai inovasi ini sebagai bentuk kesiapan Thailand dalam pengembangan pariwisata halal di negaranya.
Posting Komentar untuk "Pariwisata halal: pengertian, keunikan serta perkembangannya di Indonesia dan dunia"