Rantai nilai halal: pengertian, aspek penting dan strategi penguatannya di Indonesia
![]() |
Canva |
Apa itu rantai nilai halal?
Rantai nilai halal? Yah! Sesuai namanya, rantai nilai halal sebenarnya merupakan nilai halal yang saling terhubung dalam pembuatan sebuah produk baik berupa makanan, minuman, hingga produk tekstil. Belum ada defenisi khusus dari berbagai pihak terkait rantai nilai halal, namun berdasarkan beberapa sumber misalnya Master Plan Ekonomi Syariah tahun 2019-2024 serta seminar-seminar pemerintah di berbagai kegiatan khususnya dalam Indonesian Islamic Economy Festival (IIEFest) 2019, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan rantai nilai halal adalah prosedur pemilihan bahan, produksi, distribusi, pemasaran, dan komsumsi produk halal. Artinya, rantai nilai halal merupakan proses penghalalan sebuah produk dari hulu sampai ke hilir. Hulu sampai ke hilir yang dimaksud adalah mulai dari pemilihan bahan baku pembuatan yang halal, pembuatan yang harus memperhatikan kehalalan seperti peralatan yang mesti bersih dari benda haram, distribusi dengan menjaga kehalalan barang (tidak tercampur produk lain yang haram), pemasaran yang memperhatikan syariat Islam, hingga konsumsi oleh konsumen. Intinya, segala yang berhubungan dengan produk halal mesti bersih atau steril dari barang haram bahkan pada metode atau cara penjualannya, itulah yang kemudian disebut rantai nilai halal. Sebuah rantai halal yang saling terhubung dari awal/hulu sampai ke akhir/hilir.
Apa saja aspek penting dalam rantai nilai halal?
Setelah memahami apa yang dimaksud dengan rantai nilai halal, sekarang kita akan menjawab pertanyaan baru, “Apa saja hal-hal penting dalam rantai nilai halal?”. Jawabannya adalah ruang lingkup rantai nilai halal. Ruang lingkup rantai nilai halal dapat kita ambil dari defenisi rantai nilai halal yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Pada lini produksi, rantai nilai halal diterapkan dengan pemilihan bahan baku dan alat-alat produksi yang halal. Sebagai contoh, bahan baku misalnya gelatin non babi dan alat produksi yaitu alat-alat yang tidak terbuat dari emas. Masuk ke lini distribusi yaitu dengan pengawasan proses penyaluran barang halal yang ketat. Pengawasan ini contohnya menjaga barang halal agar tidak satu tempat atau tercampur dengan barang haram. Terakhir, di lini konsumsi yaitu memberi labelisasi halal terhadap produk halal agar konsumen tidak salah mengonsumsi barang haram.
Selain ketiga ruang lingkup tersebut, dalam Master Plan Ekonomi Syariah 2019-2024, ruang lingkup rantai nilai halal dibagi atas beberapa klaster industri untuk kemudahan pengembangan. Klaster tersebut antara lain: (1) klaster makanan dan minuman halal; (2) klaster pariwisata halal; (3) klaster fashion muslim; (4) klaster media dan rekresiasi halal; (5) klaster farmasi dan kosmetik halal dan (6) klaster energi terbaharukan. Melalui klaster-klaster ini dapat dipahami bahwa ruang lingkup rantai nilai halal bukan hanya sebatas produk barang tetapi juga menyentuh pada produk jasa. Produk jasa ini misalnya jasa travel pada pariwisata halal.
Bagaimana strategi penguatan rantai nilai halal di Indonesia?
Penguatan rantai nilai halal merupakan kunci pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Sekarang ini, pemerintah telah berupaya mengembangkan penguatan rantai nilai halal di berbagai sektor yang dinilai sangat berpotensi. Sektor-sektor tersebut yaitu industri makanan dan minuman, pariwisata, fashion, media, rekreasi, industri farmasi dan kosmetika, dan industri energi terbarukan. Adapun strategi pemerintah dalam penguatan rantai nilai halal berdasarkan Master Plan Ekonomi Syariah tahun 2019-2024 adalah sebagai berikut:
1. Membangun halal hub di berbagai daerah sesuai dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) masing-masing daerah unggulan. Strategi ini terlihat dari Pengembangan Jakarta Intenational Halal Hub (JIHH) melalui penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama (MoA) antara PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) dan PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) tentang Penyusunan Kajian Kerjasama Pembangunan dan Pengoperasian Integrated Logistic Area di Kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia di acara World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang diadakan di Jakarta Convention Centre (JCC) pada tahun 2016. Keseluruhan dari Halal Hub ini nantinya adalah integrasi dari Halal Port, Halal Zone (Halal Warehouse dan Halal Moslem Fashion Hub), dan penerapan konsep Halal Logistics dan Halal Supply Chain Management. Tanjung Priok yang bekerja sama dengan LPPOM MUI akan menjadi Halal Port dan daerah industri Pulo Gadung akan menjadi Halal Zone dan Industri Kreatif.
2. Mengembangkan standar halal yang efektif dan diterima di seluruh dunia. Menurut Dewan Ulama Islamic Dissemination Centre for Latin America (CDIAL) Brasil, Sh Ali Achar, Indonesia menerapkan standar halal terbaik karena memiliki peraturan yang merangkum lebih banyak variasi produk dan proses pembuatan makanan. Bahkan, standar halal Indonesia yang disusun oleh LPPOM MUI telah diseminarkan pada World Halal Council (WHC) sejak tahun 2012. Selain pengakuan di mata global, katanya, setidaknya ada 41 lembaga halal dunia yang menentukan standar kehalalannya merujuk kepada acuan LPPOM MUI. Negara tersebut, di antaranya, berada di kawasan Asia Tenggara, Kanada, Inggris, Belanda, Belgia, Turki, Jepang, dan Amerika Serikat.
3. Kampanye gayahidup halal. Berbagai gerakan kampanye gaya hidup halal telah dilakukan pemerintah. Salah-satunya melalui Indonesian Islamic Economy Festival (IIEFest) 2019 di kota Bandung. Acara tersebut dihadiri Bambang Brodjonegoro selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas sekaligus dewan pengawas KNKS selaku pelaksana IIEFest 2019. Pada kesempatan tersebut, Bambang Brodjonegoro mengatakan pentingnya promosi gaya hidup halal sebagai pendorong berkembangnya industri halal yang merupakan salah-satu pilar penggerak utama ekonomi syariah di Indonesia. Promosi tersebut terutama kepada kaum millenial yang merupakan para penerus bangsa.
4. Program insentif bagi pemain lokal dan global untuk berinvestasi dalam mendukung perkembangan industri rantai nilai halal (mulai dari bahan baku, produksi, distribusi, dan promosi). Menurut Akhmad Akbar Susamto, Ph. D, Ekonom Core Indonesia, meningkatnya permintaan konsumen para produk halal, telah mendorong naiknya investasi dan perdagangan pada industri tersebut, bukan saja perusahaan-perusahaan lokal, tetapi juga perusahaan multinasional. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan mengingat angka konsumsi produk halal yang sangat tinggi di Indonesia. Di tahun 2015 saja, total konsumsi makanan dan minuman halal mencatat penjualan terbesar dengan nilai US$1,2 triliun, pakaian sebesar US$243 miliar, media dan rekreasi sebesar US$189 miliar, travel sebesar US$151 miliar dan obat-obatan/kosmetik berada pada angka US$133 miliar.
5. Membangun pusat halal Internasional untuk memperkuat kerja sama antarnegara. Sama seperti strategi pertama, strategi kelima ini terlihat jelas melalui Pengembangan Jakarta Intenational Halal Hub (JIHH) Keseluruhan dari Halal Hub ini nantinya adalah integrasi dari Halal Port, Halal Zone (Halal Warehouse dan Halal Moslem Fashion Hub), dan penerapan konsep Halal Logistics dan Halal Supply Chain Management. Tanjung Priok yang bekerja sama dengan LPPOM MUI akan menjadi Halal Port dan daerah industri Pulo Gadung akan menjadi Halal Zone dan Industri Kreatif. Sedangkan untuk Halal Warehouse (gudang halal) merupakan bagian dari Halal Zone untuk menampung produk halal buatan perusahaan yang telah tersertifikasi halal. Gudang ini juga menggunakan peralatan yang dijamin halal. Lainnya, Halal Moslem Fashion Hub digunakan untuk menampung barang dari industri kreatif halal misalnya fashion muslim.
Posting Komentar untuk "Rantai nilai halal: pengertian, aspek penting dan strategi penguatannya di Indonesia"