Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arwanaku Sayang

ikan arwana dalam plastik
Canva

BANGO tersenyum-senyum sendiri di atas motornya. Wajahnya yang bulat berubah mirip emotikon kibor hanphone. Alisnya yang tebal menari-nari diterpa angin. Kumisnya yang panjang melambai-lambai menggelitik hidungnya. Giginya yang ompong persis di bagian tengah atas menarik tawa siapa saja yang melihatnya. Benar-benar sebuah ekspresi senang yang berlebihan. Hingga ia tak sadar dirinya sudah melewati kantor. “Sssst! Sssst! Sssst!” hanphone-nya tiba-tiba berdering. Bango dengan cepat berhenti, ia mengangkat teleponnya.

“Bango! Cepat ke kantor, sudah jam berapa ini!” suara keras seketika menyambut Bango ketika ia mengangkat telepon. Ternyata dari pimpinan kantornya.

“Iya, Pak! Saya sudah di jalan,” jawab Bango pelan. Ia berbohong kepada pimpinannya. Bango sejenak memandang seekor ikan arwana muda dalam plastik oksigen tergantung di motornya. “Baiknya kubawa pulang dulu ikan ini!” pikirnya. Ikan itulah yang menjadi sumber kebahagiaannya hari ini. Bango tak menyangka bahwa ikan arwana sisik merah yang dicarinya selama ini untuk menambah peliharaan ikannya, akhirnya didapatkannya dari seorang penjual ikan hias yang baru saja menjualnya di pinggir jalan. Bahkan dirinya rela mengeluarkan jutaan rupiah hanya untuk ikan itu hari ini, dengan keberanian terlambat ke kantor juga tentunya. “Arwana, arwana sisik merah!” senandung Bango di jalan saking senangnya.

Sesampainya di rumah, Bango memanggil istrinya dari depan rumah. “Ma, Ma! Mama!” teriak Bango. Tak lama, istrinya datang menghampiri. “Iya! Kenapa, Pa?” tanya istri Bango terlihat kebingungan melihat suaminya kembali ke rumah setelah baru saja berangkat kerja.

“Ma, tolong simpan yah!” kata Bango memberikan ikan arwana yang tadi ia beli ke istrinya. Setelah itu, tanpa sepatah kata lagi, ia melesat berangkat ke kantor. Bango amat ketakutan dimarahi pimpinan. Istri bango hanya diam bingung melihat tingkah suaminya itu.

Sepulang kantor, Bango memerhatikan akuarium miliknya. Ia belum melihat Ikan arwana yang dibelinya tadi pagi. Bango lantas bertanya ke istrinya. “Ma! Ikan papa tadi pagi di mana, Ma?” tanya Bango semangat. “Di meja, Pa!” teriak istri Bango dari arah dapur. “Di meja?” pikir bango dalam hati. Ia merasa ada yang salah dengan jawaban istrinya itu, lebih tepatnya tidak beres. Lalu tiba-tiba istrinya melanjutkan berbicara, “Ikannya sudah mama masak! Pakai sambal kacang kesukaan papa, pokoknya mantap!”. Mendengar perkataan istrinya itu, seketika Bango berteriak, “Astagfirullah!” kemudian pingsan. Istri Bango hari itu telah memasak salah-satu ikan termahal dunia tanpa tahu akan hal itu.